Tahun ini adalah giliran kami berlebaran di keluarga Jember. Kami tidak ke rumah eyang di Pacitan seperti 2 tahun yang lalu. Kami dijemput oleh mas Bayu di Surabaya beserta Devi, Alya dan Reza. Oia, Reza anaknya mas Bayu tahun ini diajak untuk lebaran di Jember mumpung ada temennya, Alya. Dua anak ini beda banget. Reza pendiam, Alya petakilan. Reza rangking 2, Alya rangking 2 puluh lima hehe… Tapi ada satu kesamaannya, sama-sama item gosong dan mabok selama perjalanan.
Liburan kali ini lebih rame, selain ada mbak Sukma (yang langsingan,turun 15kg secara alami euy) dan Reza, mas Bayu dan mbak Ardinana beserta 3 jagoannya juga sering main ke rumah. Daiva juga lagi lucu-lucunya, seneng liat video lagu anak-anak dan niru gerakannya. Tapi galaknya tetep sih terutama kalo keinginannya ga diturutin.
Kebiasaan buka puasa di keluarga Jember sedikit beda dengan di Indramayu. Di Indramayu dibiasakan selalu ada kurma untuk tajil selain makanan ringan lainnya. Makan besarnya baru setelah sholat maghrib. Di Jember, kurma tidak masuk dalam daftar tajil dan langsung makan besar setelah buka puasa. Kebiasaan shalat tarawih di Jember juga beda. Aku sempet tarawih di musholla deket rumah. Total rakaatnya 15, 12 tarawih dan 3 witir. Sebuah alternatif bagi yang merasa 11 rakaat terlalu sedikit dan 23 rakaat terlalu banyak.
Tiba juga saatnya pengumuman Idul Fitri. Alhamdulillah tahun ini tidak ada perbedaan antara Muhammadiah dan pemerintah walaupun awal ramadhannya beda. Kami pergi ke alun-alun kota untuk melihat suasana malam takbiran. Cuaca saat itu hujan ringan, jadi alun-alun tidak terlalu ramai. Tidak ada acara rame-rame seperti pawai atau pesta kembang api, hanya masyarakat yang bermain kembang api masing-masing.
Shalat idul fitri kami tunaikan di lapangan dekat rumah. Imam dan khatibnya adalah Eggy Sudjana, salah satu calon gubernur Jawa Timur tahun ini. Isi ceramah awalnya masih menyangkut tentang idul fitri namun lama-lama berbau politik, cenderung menjelekkan para pemimpin saat ini, bukannya mendoakan. Ada pengumuman menarik sebelum pelaksanaan sholat ied yaitu tentang sajadah yang ketinggalan saat pelaksanaan sholat Idul Adha tahun lalu.
Ada kebiasaan lagi yang berbeda di sini saat lebaran. Tidak ada ketupat, hanya lontong. Ketupat baru ada saat hari ketujuh, lebaran ketupat istilahnya. Hari pertama lebaran kami isi dengan silaturahmi ke tetangga, Bude di Tanggul dan Pakde Daroh. Besoknya kami ke rumah Om Watok di Situbondo, sekitar 3 jam dari Jember. Mas Bayu dan mbak Ardiana beserta 3 jagoannya juga ikut. Kami sholat Jumat di masjid dekat rumah om Watok, masjid Nurul Muttaqin desa Sumber Anyar Situbondo. Ceramahnya begitu singkat dan dalam bahasa arab, sampe-sampe aku ga sadar bahwa itu ceramah, tau-tau udah duduk di antara 2 khotbah. Selain itu juga ada beberapa jamaah wanita yang ikut sholat Jumat.
Sepanjang perjalanan pergi pulang Alya muntah dan badannya menggigil. Kami pikir cuma masuk angin jadi kami beri obat penurun panas dan obat masuk angin. Tapi sampe rumah ternyata ga membaik, akhirnya malam itu juga dibawa ke dokter karena besoknya kami rencana mau ke rumah orangtuanya Yudho di Malang. Panas tubuhnya ternyata sampe 40,2 derajat dan jadinya harus dirawat malem itu juga. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan adanya infeksi lambung. Alya pun dirawat 4 hari 3 malam. Kasian juga liat Alya sakit ni, yang biasanya makan sehari bisa 8 kali, sekarang makan 3 sendok aja susah. Itu pun akhirnya dimuntahin juga dan aku yang bagian nadahin muntahannya. Gagal sudah rencana ke Malang dan malah akhirnya keluarga Malang yang ke Jember beberapa hari kemudian.
Sebagai pengganti ke Malang, kami ke Gumitir, rest area di jalan antara Jember-Banyuwangi. Sepanjang jalan yang naik dan berkelok, banyak orang minta-minta di pinggir jalan. Tempatnya di dataran tinggi jadi suasananya sejuk dan udaranya segar. Sepanjang jalan Daiva minta dinyanyiin lagu ‘unung’ alias naik-naik ke puncak gunung. Di sana ada cafe, arena outbond, flying fox dan naik kuda. Alya yang baru sehari keluar rumah sakit mulai keliatan aslinya, dia minta flying fox dan naik kuda. Tapi kami larang.
Selain itu ada mobil wisata untuk keliling kebun kopi milik PTPN di area itu dan berhenti di terowongan kereta api jaman belanda dan pabrik pengolahan kopi. Sayangnya saat itu bukan musimnya, jadi tidak ada aktifitas di sana. Perjalanannya sekitar 1 jam. Menyenangkan bisa menghirup udara yang sangat segerrr, sebuah kemewahan di kota besar.